RAID adalah kependekan dari
Redundant Array of Independent Drive/Disk. Ada juga yang menyebutnya sebagai
kependekan dari Redundant Array of Inexpensive Drive/Disk. Secara sedehana,
RAID bisa diartikan sebagai cara menyimpan data pada beberapa harddisk. Dengan
begini, kinerja PC bisa meningkat. Selain itu, salinan data juga bisa dijadikan
back-up.
Implementasi RAID membutuhkan
minimal 2 harddisk. Ketika RAID digunakan, sistem operasi akan membaca kedua
harddisk sebagai 1 harddisk. Jadi, meskipun ada 2 harddisk, drive yang tampak
pada Windows Explorer hanya 1. C saja, misalnya. Sebagai perbandingan, kalau
RAID tidak digunakan, drive pada Windows Explorer muncul C dan D. Setiap drive
untuk 1 harddisk.
RAID menggunakan teknik stripping,
yang membuat partisi pada ruang dengan ukuran mulai dari 512 byte hingga ke
beberapa megabyte. Tiap partisi itu mengandung pecahan data yang akan dibaca
bersamaan untuk mempercepat pembacaan data.
RAID memiliki beberapa level, RAID0
sampai RAID7 plus RAID 10 dan beberapa RAID kombinasi. Setiap level RAID
memiliki fungsi yang berbeda. Penjelasannya ada di tabel level RAID.
Selain RAID yang ada di tabel, RAID
punya beberapa level lagi. Misalnya Level 10 yang artinya kombinasi antara
RAID0 dan RAID1. Ada juga RAID 50 yang merupakan kombinasi antara RAID5 dan
RAID0. Kombinasi ini mengawinkan fungsi antara kedua RAID.
RAID dapat dibagi lagi dalam 2 yaitu
Hardware RAID dan software RAID, Untuk fitur Hardware RAID, motherboard server
anda harus mendukung PCI64bit (socketnya lebih panjang 2x dari PCI biasa, bukan
PCI-X ya) dan tentunya RAID Card dan harddisk. Unntuk Software RAID secara
standard didukung oleh OS seperti Windows2000 server, Windows2003Server,
Windows2008server dan linux.
Raid Levels
RAID 0
Juga dikenal dengan modus stripping. Membutuhkan minimal 2 harddisk. Sistemnya
adalah menggabungkan kapasitas dari beberapa harddisk. Sehingga secara logikal
hanya “terlihat” sebuah harddisk dengan kapasitas yang besar (jumlah kapasitas
keseluruhan harddisk).Pada awalnya, RAID 0, digunakan untuk membentuk sebuah
partisi yang sangat besar dari beberapa harddisk dengan biaya yang efisien.
Misalnya:
Kita membutuhkan suatu partisi dengan ukuran 500GB. Harga sebuah harddisk berukuran 100GB adalahRp.500.000,- sedangkan harga harddisk berukuran 500GB adalah Rp.5.000.000,-. Nah, kita dapat membetuk suatu partisi berukuran 500GB dari 5 unit harddisk berukuran 100GB dengan menggunakan RAID 0. Tentunya skenario ini lebih murah karena memakan biaya lebih murah: 5 x Rp.500.000,- = Rp.2.500.000,-. Lebih murah daripada harus membeli harddisk yang berukuran 500GB. Itulah kenapa pada awalnya disebut redundant array of inexpensive disk.
Kita membutuhkan suatu partisi dengan ukuran 500GB. Harga sebuah harddisk berukuran 100GB adalahRp.500.000,- sedangkan harga harddisk berukuran 500GB adalah Rp.5.000.000,-. Nah, kita dapat membetuk suatu partisi berukuran 500GB dari 5 unit harddisk berukuran 100GB dengan menggunakan RAID 0. Tentunya skenario ini lebih murah karena memakan biaya lebih murah: 5 x Rp.500.000,- = Rp.2.500.000,-. Lebih murah daripada harus membeli harddisk yang berukuran 500GB. Itulah kenapa pada awalnya disebut redundant array of inexpensive disk.
Contoh lain:
Pada saat ini ukuran harddisk terbesar yang tersedia di pasaran adalah 500GB, sedangkan kita membutuhkan suatu partisi dengan ukuran 2TB. Nah, kita dapat membeli 4 unit harddisk berkapasitas 500GB dan mengkonfigurasinya dengan RAID 0, sehingga kita dapat memiliki suatu partisi berkururan 2TB tanpa harus menunggu harddisk dengan kapasitas sebesar itu tersedia di pasar.
Data yang ditulis pada
harddisk-harddisk tersebut terbagi-bagi menjadi fragmen-fragmen. Dimana
fragmen-fragmen tersebut disebar di seluruh harddisk. Sehingga, jika salah satu
harddisk mengalami kerusakan fisik, maka data tidak dapat dibaca sama sekali.
Namun ada keuntungan dengan adanya
fragmen-fragmen ini: kecepatan. Data bisa diakses lebih cepat dengan RAID 0,
karena saat komputer membaca sebuah fragmen di satu harddisk, komputer juga
dapat membaca fragmen lain di harddisk lainnya.
RAID 1
Biasa disebut dengan modus mirroring. Membutuhkan minimal 2 harddisk. Sistemnya
adalah menyalin isi sebuah harddisk ke harddisk lain dengan tujuan: jika salah
satu harddisk rusak secara fisik, maka data tetap dapat diakses dari harddisk
lainnya.
Contoh:
Sebuah server memiliki 2 unit harddisk yang berkapasitas masing-masing 80GB dan dikonfigurasi RAID 1. Setelah beberapa tahun, salah satu harddisknya mengalami kerusakan fisik. Namun data pada harddisk lainnya masih dapat dibaca, sehingga data masih dapat diselamatkan selama bukan semua harddisk yang mengalami kerusakan fisik secara bersamaan.
Sebuah server memiliki 2 unit harddisk yang berkapasitas masing-masing 80GB dan dikonfigurasi RAID 1. Setelah beberapa tahun, salah satu harddisknya mengalami kerusakan fisik. Namun data pada harddisk lainnya masih dapat dibaca, sehingga data masih dapat diselamatkan selama bukan semua harddisk yang mengalami kerusakan fisik secara bersamaan.
RAID 2
RAID 2, juga menggunakan sistem stripping. Namun ditambahkan tiga harddisk lagi
untuk pariti hamming, sehingga data menjadi lebih reliable. Karena itu, jumlah
harddisk yang dibutuhkan adalah minimal 5 (n+3, n > 1). Ketiga harddisk
terakhir digunakan untuk menyimpan hamming code dari hasil perhitungan tiap
bit-bit yang ada di harddisk lainnya.
Contoh:
Kita memiliki 5 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, D, dan E) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 2, maka kapasitas yang didapat adalah: 2 x 40GB = 80GB (dari harddisk A dan B). Sedangkan harddisk C, D, dan E tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi pariti hamming dari dua harddisk lainnya: A, dan B. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A atau B), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan pariti kode hamming yang ada di harddisk C, D, dan E.
Kita memiliki 5 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, D, dan E) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 2, maka kapasitas yang didapat adalah: 2 x 40GB = 80GB (dari harddisk A dan B). Sedangkan harddisk C, D, dan E tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi pariti hamming dari dua harddisk lainnya: A, dan B. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A atau B), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan pariti kode hamming yang ada di harddisk C, D, dan E.
RAID 3
RAID 3, juga menggunakan sistem stripping. Juga menggunakan harddisk tambahan
untuk reliability, namun hanya ditambahkan sebuah harddisk lagi untuk parity..
Karena itu, jumlah harddisk yang dibutuhkan adalah minimal 3 (n+1 ; n > 1).
Harddisk terakhir digunakan untuk menyimpan parity dari hasil perhitungan tiap
bit-bit yang ada di harddisk lainnya.
Contoh kasus:
Kita memiliki 4 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, dan D) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 3, maka kapasitas yang didapat adalah: 3 x 40GB = 120GB. Sedangkan harddisk D tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi parity dari ketiga harddisk lainnya: A, B, dan C. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A, B, atau C), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan parity yang ada di harddisk D. Namun, jika harddisk D yang mengalami kerusakan, maka data tetap dapat dibaca dari ketiga harddisk lainnya.
Kita memiliki 4 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, dan D) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 3, maka kapasitas yang didapat adalah: 3 x 40GB = 120GB. Sedangkan harddisk D tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi parity dari ketiga harddisk lainnya: A, B, dan C. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A, B, atau C), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan parity yang ada di harddisk D. Namun, jika harddisk D yang mengalami kerusakan, maka data tetap dapat dibaca dari ketiga harddisk lainnya.
RAID 4
Sama dengan sistem RAID 3, namun
menggunakan parity dari tiap block harddisk, bukan bit. Kebutuhan harddisk
minimalnya juga sama, 3 (n+1 ; n >1).
RAID 5
RAID 5 pada dasarnya sama dengan RAID 4, namun dengan pariti yang
terdistribusi. Yakni, tidak menggunakan harddisk khusus untuk menyimpan paritinya,
namun paritinya tersebut disebar ke seluruh harddisk. Kebutuhan harddisk
minimalnya juga sama, 3 (n+1 ; n >1).
Hal ini dilakukan untuk mempercepat
akses dan menghindari bottleneck yang terjadi karena akses harddisk tidak
terfokus kepada kumpulan harddisk yang berisi data saja.
RAID 6
Secara umum adalah peningkatan dari RAID 5, yakni dengan penambahan parity
menjadi 2 (p+q). Sehingga jumlah harddisk minimalnya adalah 4 (n+2 ; n > 1).
Dengan adanya penambahan pariti sekunder ini, maka kerusakan dua buah harddisk
pada saat yang bersamaan masih dapat ditoleransi. Misalnya jika sebuah harddisk
mengalami kerusakan, saat proses pertukaran harddisk tersebut terjadi kerusakan
lagi di salah satu harddisk yang lain, maka hal ini masih dapat ditoleransi dan
tidak mengakibatkan kerusakan data di harddisk bersistem RAID 6.
SUMBER :
1. http://datasharing.wordpress.com/2011/03/01/pengertian-raid/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar