Senin, 02 Desember 2013

PELAPISAN SOSIAL DAN ELITE DAN MASSA

A.PELAPISAN SOSIAL
 1.Penegrtian pelapisan sosial
Kata stratification berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.

Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang

B.PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
2. PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
           Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system social masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini perlu diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian pekerjaan, semata-mata adalah ditentukan oleh system kebudayaan itu sendiri.
      Di dalam organisasi masyarakat primitive pun di mana belum mengenai tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Terwujud dalam bentuk sebagai berikut :
1)      Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan pembedaan hak dan kewajiban.
2)      Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa.
3)      Adanya pemimpin yang saling berpengaruh.
4)      Adanya orang-orang yang dokecilkan dinluar kasta dan orang-orang yang di luar perlindungan hokum (cutlaw men).
5)      Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri.
6)      Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.


C.Terjadinya pelapisan sosial
> Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yagn menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.
> Terjadi dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :
- sistem fungsional : merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
- sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal)
 D.Perbedaan sistem pelapisan sosial
Menurut sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dibedakan menjadi:
1) Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Dalam sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam :
>Kasta Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan pendeta;
>Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua;
>Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang;
>Kasta sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata;
Paria : golongan bagi mereka yang tidak mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan, peminta,dsb.
2) System pelapisan masyarakat yang terbuka
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
3) System pelapisan social campuran

Stratifikasi social campuran kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.




E. Beberapa teori tentang pelapisan sosial
Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:
a. Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
b. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
c. Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
Para pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:
• Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
• Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
• Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
• Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
• Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari apa yang diuraikan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakatke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sebagai berikut :

• Ukuran kekayaan :Ukuran kekayaan dapat dijadikan suatu ukuran; barangsiapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, temasuk lapisan sosial paling atas.
• Ukuran kekuasaan : Barangsiapa yang mempunyai kekuasaan atau wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas
• Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, menduduki lapisan sosial teratas.

• Ukuran ilmu pengetahuan : Ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu yang menjadi ukuran tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala mecam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak halal.
Ukuran-ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif (terbatas),tetapi masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat dipergunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas yang menonjol sebagai dasar timbulnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Jadi kriteria pelapisan sosial pada hakikatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.


ELITE DAN MASSA

A . Elite
- pengertian elite secara umum menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Sedangkan dalam arti lebih khusus yaitu sekelompok orang-orang terkemuka di bidang-bidang tertentu khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.

- fungsi elite dalam memegang strategi
ada 2 kecenderungan yang digunakan untuk menentukan elite dalam masyarakat yaitu menitik beratkan pada fungsi sosial, dan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral. Kecenderungan penilaian ini melahirkan 2 macam elite yaitu elite internal dan eksternal. 
Elite internal adalah menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial, sopan santun, dan keadaan jiwa.
Elite eksternal adalah meliputo pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problema-problema yang memperlihatkan sifat keras masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.

B .fungsi Elite sebagai pemegang strategi dibedakan menjadi :
1.      elite politik
2.      elite ekonomi, militer, diplomatik, dan cendikiawan
3.      elite agama, filsuf, pendidik, dan pemuka masyarakat
4.      elite yang dapat memberikan kebutuhan psikologis seperti artis, penulis,
5.      plahragawan, dan lain-lain.

C . Pengertian Massa
Istilah massa digunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif yang elemkenter dan spontan.
- Hal-hal penting dalam massa :
1.      berasal dari semua lapisannmasyarakat atau strata sosial
2.      merupakan kelompok yang anonim, atau tersusun dari individu-individu anonim
3.      sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antar anggotanya
4.      very loosely organized tidak bisa bertindak secara bulat seperti suatu kesatuan
- peranan individu-individu dalam massa
massa adalah terdiri dari individu-individu yang menyebar secara luas di berbagai kelompok-kelompok dan kebudayaan setempat.


D .  Masyarakat Dan Massa
massa merupakan gambaran kosong dari suatu masyarakat atau persekutuan. Ia tidak mempunyai organisasi sosial, lembaga kebiasaan dan tradisi, tidak mempunyai aturan-aturan dan ritual, tidak terdapat sentimen kelompok yang terorganisisr, todak ada struktur status peranan dan tidak memiliki kepemimpinan yang mantap.

E .  Perilaku Massa
bentuk perilaku massa terletak pada garis aktivitas individual dan bukan pada tindakan bersama, aktivitas individual ini terutama dalam bentuk seleksi yang dibuat dalam respon atau impuls-impuls atau persamaan tidak menentu (samar-samar) yang ditimbulkan oleh obyek yang massa interest.

F . Peranan Elite Terhadap Massa
elite sebagai minoritas yang memiliki kualifikasi tertentu eksistensinya sebagai kelompok penentu dan berperan dalam masyarakat diakui secara legal pleh masyarakat. Kelompok elite penentu lebih banyak berperan dalam mengemban fungsi sosial sebagai berikut :
1.      elite penentu dilihat sebagai lembaga kolektif yang merupakan pencerminan kehendak rakyat.
2.      sebagai lembaga politik, elite penentu berperan memajukan kehidupan masyarakatnya dengan memberikan pemikiran konsepsional.
3.      elite penentu memiliki peranan moral dan solidaritas kemanusiaan baik dalam pengertian nasionalisme maupun universal.
4.      elite penentu lainnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemuasan hedonik / kesenangan atau pemuasan intrinsik / hakiki. Kelompok elite bertugas memenuhi kebutuhan ini bekerja dengan pertimbangan nilai estetis. Disinilah kehadiran para seniman, sastrawan, komponis, dan lain-lain.

SUMBER : SUMBER :

ARTIKEL PELAPISAN SOSIAL

Artikel pelapisan sosial

Artikel pelapisan sosial

Stratifikasi Sosial Nelayan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu



 


Kehidupan nelayan di Pulau Panggang, dan barangkali juga di tempat lain, melahirkan suatu stratifikasi sosial yang khas. Suatu rangkaian pengelolaan sumber daya ikan telah menempatkan orang-orang, dengan kesempatan dan kemampuan yang dimiliki, pada posisi yang menguntungkan maupun tidak dalam kehidupan khas pesisir. Para tengkulak, begitulah para pengumpul ikan tangkapan disebut, menjadi golongan elit yang menjadi tumpuan harapan sebagai penyedia jasa menjual ikan tangkapan yang akan mendahulukan pembayarannya dan sebagai pemberi pinjaman uang manakala paceklik terjadi.

Mereka menjadi penguasa di daratan ketika nelayan berlabuh membawa ikan-ikan tangkapan. Setiap tengkulak mempunyai kekhasan masing-masing. Nelayan memiliki pilihan tengkulak yang bisa memahami kondisi mereka. Kadangkala, para tengkulak ini ada juga yang merangkap menjadi pemilik alat tangkap berupa kapal jaring muroami. Posisi merangkap, sebagai pemilik alat tangkap sekaligus pembeli hasil tangkapan, membuat mereka tidak perlu melakukan tawar-menawar lagi dengan nelayan ‘binaan’nya. Ini merupakan keuntungan tersendiri bagi kedua belah pihak.

Suatu ketika, pemerintah ingin memusatkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal ini menjadi kendala tersendiri terutama bagi tengkulak. TPI pada awalnya ada untuk mengakomodir para nelayan yang memiliki posis tawar rendah. Akan tetapi, pemerintah tidak menyadari persaingan yang terjadi di antara para tengkulak ini, apalagi untuk menempatkan mereka dalam satu atap TPI. Pemerintah juga tidak menyadari betapa nelayan kecil yang ingin dilindunginya memiliki kedekatan tertentu dengan para tengkulak, secara sukarela maupun terpaksa. Nelayan mungkin ‘dihisap’ —sebagaimana disangka pemerintah dan masyarakat non-nelayan secara umum— oleh para tengkulak. Akan tetapi, apakah masalah itu lantas selesai dengan dibangunnya TPI? Sayangnya tidak. Masalahnya terletak pada hubungan ‘saling menguntungkan’ antara tengkulak sebagai pihak yang berkepentingan pada ikan-ikan hasil tangkapan dan nelayan yang membutuhkan akses instan pada sumber keuangan.

Pemilik kapal jaring muroami, setidaknya berkeinginan juga menaikkan posisinya di masyarakat dengan menjadi juragan pengumpul ikan. Keberadaan mereka menjadi harapan juga bagi nelayan lain yang berkeinginan memperoleh pendapatan yang lebih besar daripada sekadar membubu atau menumbak. Pada musim muroami, penghasilan mereka, baik pemilik maupun nelayan buruh, tentu akan meningkat setidaknya sampai alam kemudian tidak bersahabat untuk sementara waktu. Pemilik kapal jaring muroami juga ikut melaut menjadi Nakhoda kapal. Mereka tidak semata-mata menjadi bos yang sekadar menunggu hasil di darat. Terkadang, dalam perjalanan yang cukup jauh sampai memasuki wilayah provinsi lain, mereka akan melakukan transaksi penjualan tangkapan di wilayah tersebut.

Kehidupan yang keras sebagai pemburu —yang hewan buruannya berkeliaran bebas di lautan yang tidak bisa benar-benar dipagari— menuntut mereka menjadi “negosiator” (maksudnya mungkin mediator) dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di antara nelayan-nelayan. Posisi yang strategis secara sosial ini menghantarkan mereka menjadi orang-orang yang dihormati dalam kehidupan masyarakat pesisir. Tidaklah mengherankan jika mereka sering didaulat menjadi ketua Rukun Tetangga (RT) bahkan ketua Rukun Warga (RW), bersanding dengan golongan terhormat lainnya, yaitu juragan pengumpul ikan.

Selain dua golongan di atas, golongan ketiga memiliki populasi yang paling besar, namun kurang berpengaruh dalam masalah-masalah penting yang terjadi di Pulau. Mereka menjalani hidupnya sebagai nelayan pemancing, pembubu atau penumbak. Mereka sering berpindah-pindah kegiatan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi musim dan alam. Karena keterbatasan modal juga, mereka bergantung pada tengkulak atau pemilik muroami untuk menyambung hidup. Mereka memiliki kedekatan tertentu dengan golongan-golongan yang mampu itu dengan mengharapkan keuntungan-keuntungan tertentu, yang semata-mata tergantung pada kebaikan hati golongan yang diharapkan bantuannya itu.

Lahirnya Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang beribukota di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, membawa dampak pada stratifikasi sosial di Pulau Panggang. Keberadaan birokrat di Pulau telah membawa keuntungan bagi beberapa kelompok masyarakat yang dekat dengan mereka. Golongan masyarakat lain —yang tidak begitu dekat dan tidak merasakan secara langsung dampak kebijakan birokrat ini— mengambil jarak dan cenderung bersikap berseberangan. Hal ini berdampak pada semua golongan, mulai dari juragan sampai nelayan kecil. Kedekatan tentu akan membawa berkah tersendiri. Akan tetapi, tentu saja, tidak selayaknya kebijakan pemerintah menjadi keuntungan bagi sekelompok orang saja. Kebijakan seharusnya diterapkan dengan tujuan menyejahterakan semua pihak dalam satu wilayah di mana kebijakan itu diterapkan.

Kebijakan Pemerintah untuk mengembangkan pembudidayaan ikan —sebuah langkah guna mencegah tangkap-berlebih (over-fishing), benarkah?— ‘hanya’ dirasakan oleh mereka yang dekat dengan pemerintah. Akses kepada perairan yang tepat untuk dijadikan lokasi memasang keramba menjadi salah satu keuntungan. Hal ini tentu akan menjadi suatu bahaya laten dalam pola hubungan sosial yang telah tumbuh di kalangan nelayan. Belum lagi pemodal yang berasal dari luar pulau, yang juga melakukan pengkavlingan laut dalam membangun “kerajaan keramba” mereka, menambah muram suasana. Kepada siapa sebenarnya kebijakan ini diberlakukan? Pada akhrinya, nelayan akan tetap melaut karena mereka tidak mendapat tempat dalam usaha pembudidayan ikan. Bahkan pembudidaya juga akan tetap melaut untuk menambah pemasukan.

Over-fishing seperti dikatakan para peneliti dan pejabat pemerintah tampaknya tidak pernah terlintas dalam benak nelayan. Ikan, menurut mereka, akan tetap ada beranak-pinak, sebagaimana nelayan juga beranak-cucu. Nelayan —tidak hanya sebagai profesi sebagaimana tertulis di KTP-KTP mereka— adalah jiwa dan naluri kehidupan. Betapapun suatu ketika mereka telah menjadi pembudidaya ikan atau bahkan bekerja di instansi pemerintahan, ketika ada orang bertanya “Dimana saya bisa menemui nelayan?”, serta merta mereka akan dengan bangga menjawab “Saya nelayan!”. Nelayan yang lain mungkin akan menimpali, “ Terserah, mau ada Nelayan atau Nelayan Kecil, yang penting kalau di sini semua namanya nelayan!”

SUMBER : http://www.ikanuntuknelayan.com/artikel/58-stratifikasi-sosial-nelayan-di-pulau-panggang-kepulauan-seribu/